Minggu, 18 Januari 2009

Teknologi Kenapa nyala api arahnya ke atas??

Untuk menjawab hal tersebut, kita ambil contoh nyala api pada lilin.

Lilin

Lilin yang terdapat banyak dipasaran kebanyakan terbuat dari paraffin (paraffin wax).


Paraffin

Paraffin adalah campuran dari Alkane (ikatan rantai molekul atom karbon dan atom hidrogen yang panjang) yang didapat dari minyak bumi. Paraffin akan meleleh pada suhu 50-60°C. Parafifin tidak dapat dinyalakan begitu saja dengan korek api. Untuk dapat terbakar paraffin membutuhkan temperatur tertentu dan sumbu.


Apa yang terjadi, bila lilin diyalakan?


Begitu sumbu lilin menyala, paraffin wax akan mencair.
Dengan efek kapilaritas cairan wax akan ditransportasi naik keatas melalui sumbu ke nyala api.

Panas api menyebabkan cairan wax menguap dan selanjutnya akan bercampur dengan oksigen sehingga terjadi proses pembakaran.



Aliran paraffin wax ditiap zone pembakaran:

1. wax menguap dan di zone ini hanya sebagian terbakar, dikarenakan tidak cukupnya pasokan oksigen yang masuk. Temperatur di daerah ini sekitar 600-800°C.

2.temperatur sekitar 1000°C, warna nyala api biru.

3.ikatan karbon pada paraffin wax akan terurai. Melalui proses pembakaran, atom karbon akan berubah menjadi CO2, dan atom hidrogen akan menjadi uap air.
Pada pembakaran yang tidak sempura atom karbon akan berkumpul menjadi "soot" (karbon hitam) yang terbakar pada temperatur 1200°C. Hasilnya adalah nyala api yang berwarna kuning terang.

4.Permukaan nyala api merupakan zone yang paling aktif. Wax di zone ini akan dipasok dengan oksigen yang cukup, sehingga pembakarannya sempurna. Temperatur 1400°C. Sisa karbon yang tidak terbakar di zone 3 akan terbakar disini dan berubah menjadi CO2, CO dan sisanya dapat lolos terlihat sebagai "soot" (karbon hitam).

Dalam proses pembakaran tersebut akan dihasilkan gas hasil pembakaran yang panas (CO2, H20,CO).

Gas hasil pembakaran ini memiliki masa jenis yang lebih ringan dari udara sekitarnya (udara yang panas akan lebih ringan dari udara yang dingin).
Perbedaan temperatur udara ini menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara, sehingga gas hasil pembakaran yang panas akan mengalir keatas (konveksi) dan udara dingin dibawahnya akan ditarik (dihisap).

Konveksi
Gas hasil pembakaran (warna merah=panas) naik keatas
Udara segar/ Oksigen ditarik dari bawah (warna biru=dingin)

Konveksi ini menimbulkan efek, yang dikenal dengan nama efek chimney (efek cerobong).

Efek ini menyebabkan nyala api dapat dipasok terus menerus dengan udara baru, sehingga proses pembakaran dapat terus berlangsung.
Nyala lilin akan padam jika pasokan oksigen kurang dari 16%.

Efek inilah yang menyebabkan udara mengalir ke atas, sehingga menyebabkan nyala api ke arah atas!!!

Ini semua tentunya berlaku bagi semua proses pembakaran yang DIPENGARUHI oleh gaya gravitasi (gaya tarik bumi).


Fenomena mengenai proses pembakaran lilin ini sudah dibahas oleh Michael Faraday (ilmuwan ahli fisika dan kimia dari Inggris) tahun 1861. Kuliahnya dikenal dengan judul The Chemical History of a Candle.



Link buku dalam versi moderen:
http://www.fordham.edu/halsall/mod/1...ay-candle.html

Bagaimana jika proses pembakaran tadi dilakukan di daerah yang gaya gravitasinya sangat kecil (bisa dianggap nol/ weightlessness), seperti di stasiun luar angkasa??



Perbedaan proses pembakaran di daerah gravitasi dengan daerah "gravitasi nol" terletak pada aliran udara panas (konveksi).

Di daerah yang gravitasinya nol, udara tidak tertarik/ tertekan kesuatu arah, sehingga udara tidak dapat naik ataupun turun. Udara panas hasil pembakaran tidak naik ke atas (tidak ada proses konveksi), melainkan tetap ditempatnya!!

Hasilnya nyala api akan berbentuk bulat!!!


Pebedaan nyala api.
Kiri di daerah gravitasi. Kanan di daerah "gravitasi nol"

Nyala api yang kuning seperti yang biasanya kita lihat disebabkan oleh kotoran "soot" (karbon hitam) yang terbakar ke dalam api.

Di "gravitasi nol" pasokan oksigen ke api lebih sedikit, akibatnya temperatur api lebih rendah, sehingga tidak terjadi pembentukan kotoran. Selain itu diperkirakan juga karena gas yang terbakar tidak terkosentrasi ke satu arah.
Hasilnya warna nyala api terlihat biru.



Kenapa lilin masih dapat menyala, walaupun tidak ada proses konveksi??


Dalam eksperimen di labor "gravitasi nol" lilin dapat menyala, walaupun secara teori tidak ada oksigen yang tertarik masuk ke dalam nyala api. Kemungkinan terjadi proses difusi antara udara sekitar dan nyala api, sehingga ada sedikit oksigen yang masuk kedalam api.

Lilin di "gravitasi nol" dapat menyala RELATIF lama dibandingkan dengan yang diperkirakan, mengingat di "gravitasi nol" tidak terdapat konveksi. Ini dapat terjadi kemungkinan besar karena semua proses yang berlangsung di "gravitasi nol" lebih lambat, sehingga lilin menyala dalam modus hemat (low level mode). Rekordnya 16 menit.

Konsekuensi bagi yang suka merokok

Merokok di daerah gravitasi yang kecil (gravitasi nol) sangat melelahkan. Agar rokok tetap dapat menyala, rokok harus digerakan sesering mungkin, sehingga dengan demikian nyala rokok mendapat cukup oksigen!

Sumber:

http://science.orf.at/science/ays/146368
http://www.seilnacht.com/Chemie/ch_paraf.htm
http://de.wikipedia.org/wiki/Kerze
http://www.astronews.com/frag/antwor...frage1013.html

0 komentar:

Posting Komentar

 

About Me

Foto saya
Aq Afief , , Anagh Tulungagung , , I'm a Moslemmms , , Aq skull ne Man 3 Malang , , I want to be a Doctor , , Piiiss

. Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts